Nahdatul Ulama Cermin Harmonisasi Islam dan Budaya

Nahdatul Ulama Cermin Harmonisasi Islam dan Budaya

Organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan sejarah panjang salah satunya adalah Nahdlatul Ulama, yang secara harfiah berarti kebangkitan ulama. Tidak mungkin mengingkari bahwa berdirinya Nahdlatul Ulama demi upaya menegakkan ajaran sunnah. Doktrin ini mengacu pada Al-Qur'an, Sunnah, keputusan ulama sebelumnya, dan insiden dari narasi Al-Qur'an dan Hadits. Kontribusi NU dalam semua aspek kehidupan termasuk politik telah meningkatkan visibilitas dan signifikansinya. NU merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Dari awal berdirinya NU hingga saat ini, sumbangsih terhadap pembangunan sudah cukup banyak. Indonesia dan negara-negara lain sangat berharap NU dapat menjadi pembela dan sumber inspirasi perdamaian global. Gagasan Islam yang moderat, menerima, dan menenangkan, serta cita-cita Islam rahmatan lil alamin, perlahan tapi pasti diterima oleh semakin banyak bangsa. Komunitas Muslim yang menghormati adat daerah dengan gerakan yang didasarkan pada tiga prinsip yaitu cita-cita Islam, budaya Indonesia dan manfaat terhadap kemajuan masyarakat.

Prinsip kearifan lokal sebagai prinsip pedoman masyarakat diperlukan untuk penerapan konsep-konsep tersebut. Tradisi lokal dapat berjalan sesuai dengan visi NU dalam pembangunan budaya asalkan berpegang pada nilai-nilai moral. Jadi, praktik keagamaan nahdliyyin (anggota NU) merupakan  gambaran nuansa budaya Islam.

Sejarah Berdirinya NU

Nahdatul Ulama (NU) didirikan di Surabaya tanggal 31 Januari tahun 1926. KH. Hasyim Asy'ari yang pertama mendirikan NU sebagai tanggapan terhadap ideologi puritan gerakan modernisme Islam, dalam rangka merangkul konsep teologis ulama tradisional. Pada tanggal 31 Januari 1926 M, yang juga 16 Rajab 1344 Hijriah, sekelompok ulama yang tertarik pada Islam tradisional, khususnya sistem kehidupan pesantren, mendirikan Nahdhatul Ulama di Surabaya, Jawa Timur. Pembentukan NU merupakan upaya untuk mengkoordinir keberadaan ulama dan pesantren sebelumnya, untuk lebih mengembangkan dan memperluas ruang lingkup kegiatan keulamaan.

Menurut NU, tradisi bisa mmenjadi sumber inspirasi bagi pembentukan modernitas Islam. Pada umumnya para ulama memiliki komunitas orang-orang yang memiliki ikatan hubungan yang kuat yang dikembangkan dalam gaya hubungan antara kyai santri khususnya di lingkungan pondok pesantren. Pola koneksi tersebut mengusung pola dakwah Nahdlatul Ulama yang menitikberatkan pada dakwah kultural. Akibatnya, perkembangan budaya dan tradisi di masyarakat tidak dapat dipisahkan dari arah dan perjuangan dakwah Nahdlatul Ulama. 

Latar Belakang Berdirinya NU

Nahdlatul Ulama adalah organisasi terbesar baik di Indonesia maupun di seluruh dunia (NU). Ciri khas NU adalah rahmatan lil alamin, toleransi, dan moderasi. NU dibentuk sebagai organisasi sosial-keagamaan dalam menanggapi realitas sosial yang dihasilkan. Sebaliknya, NU didirikan untuk mengatasi masalah sosial dan agama bangsa. Satu-satunya cara untuk memahami dan menerapkan ajaran Al-Qur'an dan Sunnah bagi individu yang tidak memiliki pengetahuan, dengan menyediakan sumber daya dan fasilitas yang diperlukan. Dari situlah alasan NU berdiri. 

Cita-cita NU

Tujuan NU mengembangkan islam diterima masyarakat sehingga bisa menyebar ke banyak kota di Indonesia. Misi NU adalah menegakkan kebenaran ajaran Islam sesuai dengan pemahaman Ahlussunnah wal Jama'ah (aswaja). Nahdlatul Ulama (NU) juga berupaya membangun masyarakat yang adil untuk kemaslahatan umat, kesejahteraan mereka, dan pengembangan kebaikan bagi dunia. Sejak berdirinya NU sejak 96 tahun yang lalu, NU telah berkembang pesat dengan jaringan anggota dan pengurus yang tersebar di seluruh tanah air.

Menyatukan Kyai dan Ulama

Untuk meneguhkan kembali ilmu Ahlussunnah wal Jama'ah, sistem berbasis sekolah yang telah diterima para pengajar, NU terlebih dahulu mempertemukan para kyai ulama pada saat didirikan. Kedua NU tersebut dibentuk dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang yang menindas negara.

Harmonisasi Budaya dan Agama

Agama dan budaya adalah dua entitas yang selalu saling berdialog. Interaksi antara agama dan budaya dapat dilihat dalam integrasi agama ke dalam budaya masyarakat melalui perilaku masyarakat yang plural sebagai ekspresi masyarakat yang religius. Budaya masyarakat juga dapat dimasukkan ke dalam pengamalan cita-cita keagamaan yang diekspresikan dalam semangat umat beragama. Istilah tradisi keagamaan atau budaya keagamaan juga digunakan untuk menggambarkan ini.

Perbedaan NU dan Muhammadiyah

Dari segi doktrin, ada sejumlah pembedaan atau perbedaan antara NU dan Muhammadiyah, khususnya dalam tata cara peribadatan yang dikenal sebagai Furuiyah (cabang) dalam Islam. Pengaruhnya sangat terasa salah satunya ketika memutuskan jatuhnya bulan Ramadhan, Syawal, Zulhijjah karena berbagai perspektif dan metode ijtihad yang diciptakan oleh kedua ormas Islam tersebut. Berdasarkan proses polarisasi pemikiran dan pengalaman pendidikan dari dua orang kunci yang menciptakan organisasi, yaitu KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy'ari, perbedaan orientasi keagamaan NU dan Muhammadiyah bisa ditelusuri.

Keduanya merupakan contoh ulama abad 19 dan 20 dari Nusantara. Meski bertentangan dengan prinsip sehingga NU dan Muhammadiyah menjadi dua organisasi yang berbeda karena perbedaan pendidikan dan pengalaman. Namun tidak ada permusuhan antara NU dan Muhammadiyah karena perbedaan mereka masih dalam batas toleransi. Di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua organisasi dakwah yang paling terkenal. Sementara Muhammadiyah terkenal dengan pemurnian Islam dan inovasi di bidang pendidikan, NU terkenal dengan toleransi adat istiadat Indonesia.

Kedua lembaga ini dianggap sebagai lembaga Islam terbesar di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pemeluknya yang sangat banyak dan memiliki banyak cabang yang tersebar di seluruh tanah air. Di Indonesia pada era Reformasi, keduanya memainkan peran penting dalam kehidupan politik dan upaya demokratisasi. Hal ini ditunjukkan dengan fakta bahwa kedua kebijakan tersebut berdampak pada bagaimana umat Islam di negeri ini diperlakukan.

Sejarah Organisasi Muhammadiyah

Pada tanggal 18 November 1912, KH Ahmad Dahlan mendirikan kelompok Muhammadiyah. Organisasi ini didirikan untuk mempromosikan upaya pemurnian ajaran Islam yang sebelumnya dikaitkan dengan konsep mistik. Muhammadiyah pada awalnya terbatas pada daerah pemukiman seperti Yogyakarta, Solo, dan Pekalongan. Namun, sekarang dapat ditemukan di banyak wilayah di Indonesia. Inisiatif keagamaan dan pendidikan Muhammadiyah bertujuan untuk menginspirasi orang Indonesia untuk mengikuti ajaran Allah yang benar.

Muhammadiyah didirikan dengan administrasi yang efektif dan keberadaan yang terencana dengan baik. mulai dari kota, provinsi, kabupaten, kecamatan, bahkan kota kecil. Setiap level juga ditangani secara profesiona karena Muhammadiyah menyediakan manajemen terstruktur untuk semua kegiatan dakwah. Muhammadiyah dibedakan oleh komitmennya untuk membina pendidikan masyarakat lebih maju dan terdidik. untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama dinamis yang tidak hanya bersifat personal tapi siap berkembang.

 

Baca Juga