Menyalakan Kembali Api Pancasila: Dari Lahir di Ende hingga Menyala di Hati Bangsa

Menyalakan Kembali Api Pancasila: Dari Lahir di Ende hingga Menyala di Hati Bangsa

Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila sebuah momen penting dalam sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bukan sekadar hari libur nasional, tetapi sebuah hari refleksi jati diri bangsa, mengingatkan seluruh rakyat Indonesia tentang dasar negara yang mempersatukan keberagaman dari Sabang hingga Merauke.

Pancasila bukan hanya deretan lima sila yang dihafalkan di sekolah, melainkan filsafat hidup bangsa yang lahir dari perenungan mendalam, perjuangan, dan kebijaksanaan para pendiri bangsa. Hari Lahir Pancasila menjadi saat tepat untuk menyalakan kembali api semangat kebangsaan dan menegaskan kembali siapa kita sebagai bangsa Indonesia.

 

Sejarah Lahirnya Pancasila

Awal mula lahirnya Pancasila bermula dari masa ketika Indonesia sedang berada di ambang kemerdekaan. Pada tahun 1945, Jepang yang saat itu menjajah Indonesia mulai melemah akibat kekalahan di Perang Dunia II. Melihat situasi itu, Jepang berusaha menarik simpati rakyat Indonesia dengan membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Dalam sidang pertamanya pada 29 Mei – 1 Juni 1945, BPUPKI membahas dasar negara yang akan menjadi fondasi bagi Indonesia merdeka. Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pidatonya yang monumental pidato yang kemudian dikenal sebagai Lahirnya Pancasila.

Dalam pidato tersebut, Soekarno menawarkan lima dasar untuk negara Indonesia merdeka:

  1. Kebangsaan Indonesia

  2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan

  3. Mufakat atau Demokrasi

  4. Kesejahteraan Sosial

  5. Ketuhanan yang Berkebudayaan

Kelima prinsip ini kemudian disebut “Panca Sila”, yang berarti lima dasar atau lima prinsip hidup bangsa.

Pidato Soekarno itu menjadi titik awal lahirnya Pancasila, meski butuh proses panjang sebelum akhirnya disahkan secara resmi sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945, melalui Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

 

Pancasila: Simbol Persatuan dalam Keberagaman

Indonesia adalah negara yang sangat majemuk. Terdiri dari lebih dari 17.000 pulau, ratusan suku bangsa, bahasa daerah, dan berbagai agama serta kepercayaan. Dalam keberagaman itulah Pancasila hadir sebagai tali pengikat persatuan bangsa.

Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, menegaskan bahwa bangsa Indonesia berlandaskan keimanan, tanpa memaksakan satu keyakinan tertentu.
Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menekankan pentingnya nilai kemanusiaan di atas segalanya.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mengingatkan bahwa perbedaan bukan alasan untuk terpecah, melainkan kekuatan untuk bersatu.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, mengajarkan demokrasi dengan semangat musyawarah, bukan sekadar adu suara.
Dan sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menegaskan cita-cita kesejahteraan yang merata bagi semua warga negara.

Pancasila adalah kompas moral dan politik bangsa Indonesia. Ia menuntun rakyat agar tidak tersesat di tengah arus globalisasi dan ideologi asing yang bisa menggerus nilai-nilai luhur bangsa.

 

Makna Hari Lahir Pancasila di Era Modern

Dalam konteks modern, peringatan Hari Lahir Pancasila bukan hanya upacara formal atau seremonial belaka. Lebih dari itu, ini adalah momentum untuk meneguhkan kembali semangat gotong royong, toleransi, dan nasionalisme di tengah tantangan zaman.

Di era digital saat ini, arus informasi begitu cepat. Isu perpecahan, ujaran kebencian, dan intoleransi sering kali menghiasi ruang media sosial. Di sinilah nilai-nilai Pancasila perlu dihidupkan bukan hanya dalam pidato, tetapi juga dalam tindakan nyata sehari-hari.

Misalnya, ketika seseorang memilih untuk menyebarkan informasi positif daripada hoaks, itu adalah wujud pengamalan sila kedua dan ketiga. Ketika masyarakat membantu korban bencana tanpa memandang agama atau suku, itu adalah bentuk nyata dari kemanusiaan dan persatuan.

Pancasila juga relevan dalam kehidupan politik dan ekonomi. Prinsip kesejahteraan sosial mengingatkan bahwa pembangunan ekonomi tidak boleh hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi harus berpihak pada keadilan dan pemerataan.

 

Pancasila dan Generasi Muda

Generasi muda memiliki peran penting dalam menjaga dan menghidupkan Pancasila di masa depan. Namun, tantangannya tidak kecil — di tengah pengaruh budaya global, banyak anak muda yang mulai kehilangan rasa nasionalisme dan kebanggaan terhadap bangsanya sendiri.

Oleh karena itu, pendidikan karakter berbasis Pancasila perlu terus ditanamkan sejak dini. Tidak hanya lewat pelajaran di sekolah, tetapi juga lewat keteladanan, kegiatan sosial, dan pemanfaatan teknologi digital untuk kebaikan.

Generasi muda bisa menjadi “duta Pancasila digital” yang menyebarkan semangat kebersamaan, toleransi, dan cinta tanah air melalui media sosial. Dengan begitu, nilai-nilai Pancasila tetap hidup dan relevan, bahkan di dunia maya.

 

Refleksi: Menyalakan Kembali Api Pancasila

Lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1945 bukan hanya sejarah masa lalu, tetapi cahaya yang harus terus dijaga agar bangsa ini tidak kehilangan arah. Di tengah derasnya arus modernisasi dan individualisme, Pancasila mengingatkan kita bahwa kekuatan Indonesia terletak pada persatuan, gotong royong, dan rasa kemanusiaan.

Seperti kata Bung Karno, “Pancasila adalah jiwa yang hidup dalam sanubari bangsa Indonesia.”
Artinya, selama nilai-nilai itu masih hidup di hati rakyatnya, Indonesia akan tetap berdiri kokoh sebagai bangsa yang besar dan bermartabat.

 

Hari Lahir Pancasila bukan hanya tanggal di kalender, tetapi sebuah pengingat abadi tentang siapa kita dan ke mana arah bangsa ini melangkah. Dari Ende hingga Jakarta, dari masa lalu hingga masa kini, api Pancasila harus terus menyala  dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan setiap anak bangsa.

Selamat Hari Lahir Pancasila.
Mari kita jaga persatuan, rawat kebhinekaan, dan hidupkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap langkah kehidupan.
Pancasila Abadi, Indonesia Jaya!

Baca Juga