Perayaan imlek selalu dinanti oleh banyak orang. Bahkan, bukan hanya penganut agama Khonghucu saja yang menikmati meriahnya perayaan tahunan ini. Sebab, ada banyak keistimewaan yang disajikan, seperti pertunjukan Barongsai, kembang api, bagi-bagi angpao, dan masih banyak lagi. Namun, adakah yang tahu bagaimana sejarah Hari Raya Imlek?
Hari raya yang didominasi dengan warna merah dan emas ini ternyata memiliki serangkaian sejarah yang perlu untuk diketahui. Sehingga perayaan tidak lagi sekadar menikmati, tapi memahami, serta menghormati kebudayaan dan agama Khonghucu. Selain itu, perayaan Imlek juga memiliki makna yang melekat dengan kehidupan.
Perjalanan sejarah Imlek ternyata memiliki 3 sudut pandang yang berbeda. Di mana dalam perbedaannya bukanlah untuk diperdebatkan, melainkan saling melengkapi rantai sejarah mengenai hari besar umat Khonghucu. Berikut ini sejarang yang terdapat pada perayaan Imlek yang digelar setiap setahun sekali dengan kemeriahan.
Disebutkan bahwa dalam kebudayaan Tionghoa, Hari Raya Imlek merupakan peringatan awal mula musim semi atau yang dikenal dengan istilah ‘cun’. Tidak heran, ketika Imlek banyak juga yang mengucapkan ‘sin cun kiong hi’. Artinya, ‘selamat musim semi baru’ yang konon banyak dirayakan oleh para petani.
Pada sejarah, diceritakan Imlek awalnya adalah hari perayaan musim semi yang dilakukan oleh masyarakat Cina. Penuh suka cita dilakukan sebagai rasa syukur atas datangnya musim semi. Sebab, selama musim dingin para petani Cina tidak bisa bekerja. Sehingga, Imlek dikenal juga sebagai Xin Jia (Festival Musim Semi)
Selain itu, ada juga yang menyatakan bahwa perayaan Imlek bertepatan dengan menitisnya Raja Giok Hong Sian Tee. Ada pula yang berpendapat, sejarah perayaan Imlek dari kebudayaan Tionghoa menjadi bentuk penghormatan dari hari kelahiran maha dewa yang berhasil menjadi seorang raja.
Sejarah Hari Raya Imlek juga tidak dapat dipisahkan dari mitos yang berkembang di tengah masyarakat Tionghoa. Secara turun-temurun dikisahkan bahwa ribuan tahun yang lalu ada monster menyeramkan bernama Nian. Dia selalu datang setiap akhir tahun Cina dan mengganggu seluruh masyarakat.
Wujudnya membuat yang melihatnya pasti merasakan seram. Nian memiliki gigi dan tanduk yang panjang. Dia tidak sekadar mengganggu, tapi juga membunuh masyarakat desa kala itu. Tanaman dan ternak pun menjadi sasaran untuk mengenyangkan perutnya.
Sehingga, masyarakat berinisiatif untuk menakuti monster Nian dengan suara ledakan dan cahaya lampu yang terang. Setiap rumah dianjurkan memasang kertas-kertas merah, menyalakan lilin, memakai baju warna merah, dan juga membakar bambu untuk meningkatkan penerangan. Inilah yang menjadi tradisi Imlek hingga sekarang.
Hari Raya Imlek pada tahun 1946 diatur dalam Penetapan Pemerintah No.2/ Um sebagai Hari Raya Tionghoa. Pada masa jabatan Soeharto justru keluar Instruksi Presiden No. 14 tahun 1967 yang membatasi seluruh kegiatan orang Cina di ruang publik, termasuk perayaan Imlek dan hal-hal lain terkait keturunan Tionghoa.
Tahun 2000 dengan kepemimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) aturan tersebut dicabut, karena dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Bahkan di tahun 2002, di saat Megawati Soekarnoputri menjabat presiden, Imlek pun dijadikan sebagai Hari Libur Nasional, dan perayaannya bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Tradisi dalam perayaan Imlek ternyata menyimpan makna yang sangat melekat. Dominasi warna merah, cahaya gemerlap di setiap sudut jalan dan rumah, suara drum dan kembang api yang bersahutan menjadi ciri khas dari hari besarnya umat Khonghucu. Berikut ini makna melekat perayaan Imlek.
Hari Raya Imlek memiliki dominasi warna merah yang bermakna kesuksesan dan berkah untuk mendatangkan keberuntungan kepada setiap orang. Hal ini berawal dari mitos monster Nian yang tidak suka dengan warna terang. Sehingga, tercetuslah penggunaan warna merah untuk mengusir monster yang suka memakan manusia, tumbuhan, dan ternak.
Warna merah tidak hanya pada pakaian, lilin, kertas-kertas yang ditempel, lampion, tapi juga pada angpao. Amplop berisi uang hari raya ini juga memiliki makna untuk mengusir iblis yang bernama Sui yang suka mengganggu anak-anak atau orang yang belum menikah. Adapun nominal yang dilarang angka 4, dan yang dianggap beruntung angka 8.
Roh-roh jahat dipercaya bisa diusir dengan kehadiran barongsai dan naga pada perayaan Imlek. Atraksi yang diiringi dengan tetabuhan musik khasnya juga menarik untuk disaksikan setiap kali perayaan. Namun, tahukah bahwa barongsai dan naga Imlek memiliki makna yang begitu melekat dalam perayaan ini?
Hari Raya Imlek atau Tahun Baru Cina memang memiliki banyak harapan dalam menjalani kehidupan. Sehingga, barongsai yang merupakan perwakilan dari wujud singa memiliki makna sebagai keberuntungan dan harapan. Sementara sosok naga menjadi lambang keberanian dan kekuatan untuk menjalani kehidupan di awal tahun yang baru.