Makna Perayaan Hari Raya Saraswati di Bali

Makna Perayaan Hari Raya Saraswati di Bali

Hari Saraswati merupakan salah satu hari raya bagi umat Hindu di Bali. Ini merupakan hari penghargaan terhadap Dewi Saraswati sebagai Dewi ilmu pengetahuan. Pada hari Saraswati Anda akan melihat penduduk di Bali membawa banten (sesajen) berupa bunga-bunga dalam wadah terbuat dari daun kelapa yang dianyam. Mereka kana pergi ke Pura, lalu esok paginya pergi ke pantai untuk melaksanakan ritual mandi atau Banyu Pinaruh. Pemandangan ini sungguh menakjubkan dimana mereka begitu patuh agamanya dan menghargai budayanya. Inilah salah satu alasan yang menjadikan Bali tempat tujuan wisata turis lokal dan mancanegara. 

Hari Saraswati

Hari Saraswati merupakan hari penting bagi seluruh umat Hindu di Bali khususnya bagi para pelajar dan kalangan pendidik. Umat Hindu percaya bahwa Hari Saraswati merupakan transmisi pengetahuan suci kepada umat manusia demi kemakmuran, kemajuan, perdamaian, dan kemajuan peradaban manusia. Hari Saraswati diperingati setiap enam bulan sekali, pada hari Saniscara Umanis Wuku Watugunung. 

Dewi Saraswati

Saraswati digambarkan sebagai Dewi/istri Brahma dalam legenda. Saraswati adalah Dewi pelindung, sekaligus pelimpah ilmu, kesadaran, dan sastra. Kita menjadi beradab dan berbudaya karena anugerah dewi Saraswati. Dewi Sanghyang Saraswati adalah dewi pengetahuan yang memberikan kedamaian, keamanan, cinta, dan komunitas bagi mereka yang mencari ilmu. Menurut filsafat dan mitologi, dialah yang menyajikan makna, makna, dan semangat pengetahuan dari kitab suci Veda. Saraswati dipuja sebagai dewi perlindungan, limpahan ilmu, kecerdasan, dan sastra dalam Hindu Dharma. Dia direpresentasikan sebagai dewi yang sangat cantik dengan empat tangan sebagai sumber pengetahuan dan kecerdasan.

Keempat tangannya memegang genitri (tasbih) sebagai simbol pembelajaran tanpa akhir, kropak sebagai simbol ilmu dan pengalaman hidup, wina (alat musik/rebab), dan bunga teratai sebagai simbol kesucian. Dewi peradaban dan kebudayaan manusia, Dewi Saraswati, juga disebutkan. Ia juga dikenal sebagai Mahasaraswati yang putih berarti sebagai dasar pengetahuan, murni, dan bersih. Dia digambarkan sedang duduk di atas bunga teratai dengan angsa di atasnya. Dia bisa berwajah lima, berlengan delapan, bermata tiga, dan berleher biru. Dia dikenal sebagai Mahasaraswati dalam hal ini, karena dia mewujudkan semua atribut inti Durga (Parvati). Tunggangannya adalah seekor angsa bernama Hamsa yang mirip dengan Dewa Brahma. Selain angsa, ia juga sering menunggangi burung merak.

Tata Upacara Saraswati

Pada hari Saraswati, siswa sekolah biasanya sibuk mempersiapkan upacara persembahyangan di sekolahnya masing-masing pada pagi hari, setelah itu siswa biasanya melanjutkan persembahyangan ke pura lain. Pura yang paling populer telah menjadi pura Jagatnatha di pusat kota. Semua buku, lontar, perpustakaan, dan alat tulis ditempatkan di tempat yang telah ditentukan untuk upacara di sekolah, pura, rumah, dan kantor.

Pada hari Saraswati tidak boleh menulis atau membaca, mitosnya seperti itu. Hari Saraswati memperingati Pawedalan Sang Hyang Aji Saraswati, yang terjadi pada setiap hari Saniscara Umanis Wuku Watugunung. Umat Hindu merayakan hari penting pada hari itu. Dewi Saraswati harus disembah pada pagi atau siang hari, menurut lontar Sundarigama tentang Brata Saraswati. Membaca dan menulis tidak diperbolehkan dari pagi hingga siang hari, terutama jika berhubungan dengan ajaran dan sastra Veda. Jangan membaca atau menulis selama 24 jam jika Anda mengikuti Brata Saraswati sepenuhnya. Mereka yang menjalankan tugas normalnya dapat membaca dan menulis setelah tengah hari.

Bahkan di malam hari, malam sastra dan sambang samadhi dianjurkan untuk menemukan pencerahan Ida Hyang Saraswati. Upacara Banyu Pinaruh diadakan keesokan harinya, pada Radite (Minggu). Banyu Pinaruh diterjemahkan sebagai "air pengetahuan." Upacara ini melibatkan persembahan nasi laban, air pradnyam kumkuman, dan loloh (jamu) sad rasa (mengandung enam rasa). Semua alat upacara diminum dan dimakan di akhir upacara (nasi kuning asin, telur ndi disertai puja mantra Om, Ang arira sampurna ya namah swaha). Upacara ditutup dengan matirtha. Upacara ini memiliki banyak makna, karena melambangkan meminum air suci ilmu pengetahuan.

Baca Juga