Inilah tradisi perayaan hari raya Nyepi dan maknanya

Inilah tradisi perayaan hari raya Nyepi dan maknanya

Arti Hari Raya Nyepi  adalah  hari penyucian diri bagi umat manusia dan juga alam. Hari Raya Nyepi merupakan perayaan tahun baru Saka dalam penanggalan Saka yang digunakan oleh umat Hindu sebagai acuan penanggalan.

Melalui Nyepi, umat Hindu khususnya masyarakat Bali menggelar serangkaian upacara adat. Nyepi juga menjadi syarat bagi umat Hindu untuk menyambut Tahun Baru Saka. Saat Nyepi, umat Hindu Bali berusaha menahan keinginan untuk tidak keluar rumah, bekerja, menyalakan api, atau mengucapkan kalimat-kalimat tertentu. Pengendalian diri ini dilakukan dengan Catur Brata Penyepian.

Dengan begitu umat Hindu bisa khusyuk dalam evaluasi diri, meditasi, dan shamadi dalam keheningan. Tahapan pelaksanaan Hari Raya Nyepi tentunya memiliki makna masing-masing.

Upacara Melasti

Rangkaian hari raya Nyepi yang pertama adalah upacara Melasti. Prosesi ini diadakan dua hari sebelum hari raya, yang dilakukan oleh umat Hindu Bali dengan berdoa di laut. Upacara ini bertujuan untuk menyucikan diri, dengan mencairkan segala macam kotoran pikiran, perkataan, dan perbuatan. Umat ​​Hindu percaya bahwa sumber air seperti danau dan laut adalah air hidup, yang dapat mengembalikan kesucian diri. Tak ketinggalan, upacara tersebut dilengkapi dengan sesaji sebagai simbol dari tiga dewa dalam agama Hindu, yaitu Wisnu, Siwa, dan Brahma, serta Jumpana, yaitu singgasana Dewa Brahma.

Setelah melakukan Upacara Melasti, umat Hindu membawa pratima beserta segala perlengkapannya langsung ke balai agung atau pura desa di setiap desa pakraman. Sebelum ngrupuk, masyarakat melakukan nyejer, kemudian mereka melakukan bhakti atau pemujaan sesuai dengan tujuan utama hari raya Nyepi.

Dilanjutkan dengan tawur agung Dalam bahasa Jawa, tawur berarti saur. Dalam bahasa Indonesia artinya kewajiban membayar. Di setiap persimpangan desa atau pemukiman, terdapat simbol untuk menjaga keseimbangan. Keseimbangan yang dimaksud adalah buana alit, buana agung, Manusia bhuta, keseimbangan dewa, perubahan dan kekuatan daya bhuta dapat memberikan kemakmuran dan kedamaian.

Acara di lanjutkan dengan mebuu-buu atau ngrupuk di setiap rumah tangga. Hal ini bertujuan untuk membersihkan lingkungan dari pengaruh bhuta kala, yaitu sesuatu yang merugikan kehidupan, kemakmuran, kesehatan, dan kesuburan. ogoh-ogoh sebagai simbol bhuta kala juga di hadirkan dalam acara ngerupuk  sekaligus sebagai ajang pertunjukan seni budaya Bali.

Nyepi

Saat merayakan Nyepi, umat Hindu di Bali belajar mengendalikan diri dengan tidak bepergian, tidak beraktivitas/bekerja, berpuasa (tidak makan dan minum), tidak melakukan aktivitas yang dapat mencemari tubuh. Pengendalian diri ini dilakukan dengan mengadakan retret brata catur.

Dengan melakukan catur khalwat ini, umat Hindu di Bali dapat berkonsentrasi atau fokus dengan tenang dan khusyuk untuk kembali ke jati diri mereka, yang dilakukan dengan cara meditasi, shamadi, refleksi diri dalam suasana yang tenang atau "diam". (Pengendalian diri) dilakukan selama 24 jam, yaitu sehari setelah Tilem Sasih Kasanga (Tilem Kasanga), tepatnya pada paruh pertama periode kesepuluh/panagal sasih kadasa. Pelaksanaan brata catur khalwat dimulai pukul 05.00 sampai pukul 05.00 keesokan harinya, dengan melakukan hal-hal sebagai berikut.

Amati geni

Dalam bahasa Bali, geni berarti api. Jadi, amati geni berarti tidak menyalakan api atau pelita dan tidak memanjakan/menyala nafsu.

Amati Karya

Kata Karya yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti bekerja. Mengamati pekerjaan berarti tidak melakukan pekerjaan/kegiatan fisik, tidak berhubungan seks, tetapi rajin melakukan penyucian rohani.

Amati lelungan

Amati lelungan berasal dari bahasa Bali, yaitu dari  kata lunga yang berarti pergi. Oleh karena itu, mengamati lelungan berarti tidak bepergian kemana-mana, tetapi selalu introspeksi diri di rumah dan memusatkan perhatian pada Tuhan, dalam berbagai Prabawa-Nya (perwujudan-Nya) yang telah terpendam dalam organ tubuh manusia seperti yang telah disebutkan di atas.

Amati Lelanguan

Amati lelanguan juga  berasal dari bahasa Bali   dari kata langu yang memiliki arti hiburan atau rekreasi. Dengan demikian, mengamati pelelangan berarti tidak melakukan hiburan/rekreasi atau bersenang-senang, termasuk tidak makan dan tidak minum.

Pada Hari Raya Nyepi, suasana di Bali sepi sepanjang hari, dan pada malam hari gelap gulita. Tidak ada yang lewat, semua orang tinggal di rumah masing-masing untuk menjalani kehidupan yang sepi sampai sebelum matahari terbit keesokan harinya, tepatnya pada hari penembakan Geni dimulai.

Ngebak Geni

Rangkaian perayaan Tahun Baru Saka yang terakhir adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada “pinannggal ping kalih” (hari ke-2 sasih kedasa (bulan X). Tahun Baru Saka memasuki hari kedua. Umat Hindu melakukan Dharma Shanti bersama keluarga besar dan tetangga , saling mengucap syukur dan saling memaafkan (ksama), untuk mengawali lembaran tahun baru yang bersih.

Inti dari Dharma Santi adalah falsafah Tattwamasi yang memandang bahwa seluruh manusia di seluruh pelosok bumi sebagai ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa harus saling menyayangi, memaafkan segala kesalahan. Hidup rukun dan damai.

Perayaan Nyepi memberikan pemahaman tentang pentingnya toleransi dalam kehidupan manusia. Makna Hari Raya Nyepi erat kaitannya dengan kehidupan. Melakukan refleksi diri adalah salah satunya. tentang proses-proses untuk bersiap menghadapi tahun baru. Manusia dengan ketidakmampuannya untuk hidup sendiri, perlu merefleksikan diri secara spiritual.

Jangan lupa juga untuk meminta kehidupan yang harmonis dan damai. Hal ini dapat dicapai melalui  perayaan Nyepi, tentunya dengan niat yang erat dan keikhlasan.

Itulah perayaan hari raya Nyepi dan Maknanya.Pada hari itu, seluruh umat Hindu melakukan evaluasi diri dan merenungkan apa yang telah dilakukan untuk memperbaiki diri di masa depan. Refleksi dilakukan selama 24 jam, atau dikenal dengan catur brata penyepian, yaitu tidak menyalakan api, tidak bekerja, tidak bepergian, dan tidak bersenang-senang.

Baca Juga