
Setiap tanggal 1 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Kesaktian Pancasila sebagai pengingat akan pentingnya ideologi negara dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI. Tahun 2026 bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan momentum penting bagi generasi muda untuk merefleksikan kembali makna kesaktian Pancasila di tengah tantangan global, derasnya arus informasi digital, serta ancaman disintegrasi yang semakin kompleks.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan "kesaktian" Pancasila? Mengapa tanggal 1 Oktober menjadi simbol penting dalam sejarah bangsa? Dan bagaimana kita bisa meneladani nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari di masa kini?
Mari kita telaah lebih dalam.
Hari Kesaktian Pancasila ditetapkan sebagai hari peringatan nasional untuk mengenang keberhasilan bangsa Indonesia menggagalkan pemberontakan Gerakan 30 September (G30S) tahun 1965 yang bertujuan mengganti ideologi negara.
G30S yang dilakukan oleh sekelompok pengkhianat negara, menyebabkan gugurnya tujuh perwira tinggi TNI dalam peristiwa yang dikenal dengan Tragedi Lubang Buaya. Kejadian ini mengancam stabilitas negara dan ideologi Pancasila. Namun, berkat ketegasan dan kesatuan TNI serta rakyat Indonesia, upaya penggantian ideologi negara berhasil digagalkan.
Sebagai bentuk penghormatan dan refleksi atas peristiwa tersebut, pada 1 Oktober 1966, Presiden Soeharto menetapkan hari itu sebagai Hari Kesaktian Pancasila, yang setiap tahunnya diperingati dengan upacara kenegaraan di seluruh Indonesia.
Kata “kesaktian” di sini bukanlah dalam arti mistis atau magis, melainkan simbol kekuatan dan ketangguhan ideologi Pancasila sebagai dasar negara yang mampu bertahan menghadapi berbagai rongrongan dan ancaman dari dalam maupun luar negeri.
Pancasila dianggap sakti karena:
Tetap kokoh sebagai dasar negara meski dihadapkan pada berbagai upaya penggantian ideologi.
Mampu menyatukan keberagaman suku, agama, ras, dan budaya dalam satu bingkai kebangsaan.
Menjadi pedoman hidup berbangsa dan bernegara yang relevan dari masa ke masa.
Memasuki tahun 2026, tantangan terhadap nilai-nilai Pancasila tidak lagi berbentuk pemberontakan fisik, tetapi hadir dalam bentuk disinformasi, intoleransi, radikalisme digital, hingga polarisasi sosial di media sosial.
Di era digital seperti sekarang, ancaman ideologis lebih halus dan tidak kasat mata. Berita palsu, ujaran kebencian, dan propaganda melalui media daring menjadi senjata baru yang dapat memecah belah bangsa jika tidak ditanggapi dengan bijak.
Oleh karena itu, peringatan Hari Kesaktian Pancasila 2026 perlu dijadikan ajang edukasi dan refleksi, terutama bagi generasi muda, agar:
Tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum jelas kebenarannya.
Menjadikan Pancasila sebagai kompas moral dan kebangsaan dalam bersikap di ruang digital maupun kehidupan nyata.
Menumbuhkan kembali semangat toleransi, gotong royong, dan nasionalisme yang menjadi roh dari Pancasila itu sendiri.
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila bukan hanya soal upacara bendera. Yang lebih penting adalah bagaimana menghidupkan nilai-nilainya dalam tindakan nyata, seperti:
Gotong royong digital – saling membantu dalam komunitas online, membagikan informasi yang bermanfaat, dan menghindari hoaks.
Toleransi antarumat beragama – tidak mudah menuduh atau membenci hanya karena perbedaan pandangan atau keyakinan.
Musyawarah dalam konflik – menyelesaikan perbedaan dengan dialog dan kompromi, bukan saling menjatuhkan.
Cinta tanah air – mendukung produk lokal, menjaga nama baik bangsa, dan aktif dalam kegiatan sosial yang membangun.
Dengan kata lain, Hari Kesaktian Pancasila 2026 harus menjadi katalisator perubahan sikap dan perilaku masyarakat Indonesia, agar tetap teguh dan bersatu dalam keberagaman.
Hari Kesaktian Pancasila 2026 bukan hanya soal mengenang masa lalu, tetapi juga mengantisipasi tantangan masa depan. Di era digital yang penuh distraksi dan potensi perpecahan, Pancasila tetap menjadi satu-satunya dasar ideologi yang mampu menyatukan Indonesia dalam keragaman.
Sebagai warga negara, sudah saatnya kita tidak hanya menghafal sila-sila Pancasila, tapi juga benar-benar mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Baik di dunia nyata maupun di dunia maya, nilai-nilai Pancasila harus menjadi pegangan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak.