
Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional (HSN) sebuah momentum bersejarah untuk mengenang perjuangan para santri, kiai, dan pesantren dalam merebut serta mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Namun, Hari Santri bukan sekadar perayaan masa lalu. Ia adalah panggilan bagi generasi muda untuk melanjutkan nilai-nilai keislaman, keilmuan, dan kebangsaan yang diwariskan oleh para ulama.
Memasuki Hari Santri Nasional 2026, peringatan ini mengusung semangat baru: bagaimana santri dapat terus berperan aktif di era digital, menjadi bagian dari pembangunan bangsa, tanpa kehilangan jati diri dan akhlakul karimah yang menjadi ciri khasnya.
Hari Santri Nasional ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo. Tanggal 22 Oktober dipilih untuk mengenang Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 di Surabaya.
Resolusi ini menyerukan kepada seluruh umat Islam di Indonesia untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan dari penjajah yang hendak kembali berkuasa. Seruan jihad tersebut menjadi pemicu perlawanan besar, yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran 10 November 1945 tonggak heroisme nasional yang tidak lepas dari peran santri.
Dengan demikian, Hari Santri adalah bentuk penghormatan terhadap perjuangan spiritual dan fisik para santri yang berjuang bukan hanya dengan senjata, tetapi juga dengan ilmu, doa, dan keikhlasan.
Kata santri seringkali diidentikkan dengan kehidupan di pesantren tempat belajar agama Islam di bawah bimbingan kiai. Namun, lebih dari sekadar pelajar agama, santri adalah simbol keseimbangan antara iman, ilmu, dan cinta tanah air.
Di masa lalu, santri ikut berjuang di garis depan melawan penjajah. Kini, mereka berjuang di medan yang berbeda melalui pendidikan, teknologi, ekonomi kreatif, hingga dakwah digital. Prinsip hubbul wathan minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman) tetap menjadi napas perjuangan para santri masa kini.
Santri modern tidak hanya menguasai kitab kuning, tetapi juga melek digital, berpikir kritis, dan terbuka terhadap perubahan. Pesantren pun kini bertransformasi menjadi pusat pemberdayaan masyarakat yang melahirkan generasi berakhlak, produktif, dan inovatif.
Meski tema resmi Hari Santri Nasional 2026 baru akan diumumkan pemerintah mendekati peringatan, semangat yang terus diusung dari tahun ke tahun berkisar pada dua hal penting: digitalisasi pesantren dan moderasi beragama.
Era digital menuntut santri untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta konten positif yang menebarkan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin. Pesantren kini banyak mengembangkan media dakwah digital, literasi internet sehat, serta produk ekonomi kreatif berbasis syariah.
Sementara itu, moderasi beragama menjadi benteng utama bagi santri untuk menjaga harmoni bangsa di tengah keberagaman. Santri diajarkan untuk bersikap toleran, menghargai perbedaan, dan mengedepankan dialog bukan konflik.
Kombinasi antara semangat religius dan nasionalisme inilah yang menjadikan Hari Santri relevan dengan tantangan zaman, bahkan hingga di era 2026 dan seterusnya.
Setiap tahun, peringatan Hari Santri diwarnai dengan berbagai kegiatan di seluruh Indonesia. Mulai dari apel santri nasional, kirab budaya, doa bersama untuk bangsa, hingga festival seni pesantren.
Banyak pesantren juga mengadakan lomba-lomba yang menunjukkan kreativitas santri, seperti pidato bahasa Arab, kaligrafi, qira’atul kutub (membaca kitab kuning), hingga inovasi digital.
Tak ketinggalan, berbagai kampanye media sosial bertema Hari Santri ikut meramaikan dunia maya. Banyak komunitas dan lembaga membuat twibbon Hari Santri 2026, poster, serta video dakwah yang menyebarkan pesan moral dan kebangsaan.
Perayaan ini bukan hanya untuk kalangan pesantren, tetapi juga untuk seluruh masyarakat Indonesia karena semangat santri adalah semangat bangsa.
Di era globalisasi dan kecerdasan buatan seperti tahun 2026 ini, santri dihadapkan pada tantangan besar: bagaimana tetap menjaga nilai keislaman sekaligus mampu bersaing dalam dunia modern.
Santri masa depan perlu memiliki tiga kekuatan utama:
Spiritualitas yang kokoh, sebagai pondasi moral dan karakter.
Ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk menjawab kebutuhan zaman.
Komitmen kebangsaan, agar perjuangan mereka selalu berpihak pada kemaslahatan umat dan negara.
Pesantren harus menjadi “laboratorium kehidupan” yang menyiapkan generasi pemimpin berkarakter yang bijak dalam ilmu, santun dalam tindakan, dan cinta damai dalam perbedaan.
Hari Santri Nasional 2026 bukan sekadar peringatan seremonial. Ia adalah refleksi perjalanan panjang perjuangan umat Islam dalam membangun bangsa. Dari pesantren-pesantren sederhana di pelosok desa hingga kampus-kampus besar, semangat santri terus menyala membimbing masyarakat menuju kehidupan yang damai, adil, dan berkemajuan.
Santri adalah bukti bahwa kecintaan pada agama tidak pernah bertentangan dengan cinta pada tanah air. Justru keduanya saling menguatkan.
Di tengah tantangan global, mari jadikan semangat Hari Santri 2026 sebagai momentum untuk memperkuat karakter, memperdalam ilmu, dan memperluas manfaat bagi sesama. Karena dari santri, lahirlah cahaya yang menerangi Indonesia.
Selamat Hari Santri Nasional 2026! Santri Siaga, Jiwa Raga untuk Agama dan Negara!